Beranda | Artikel
Bab Mengangkat Suara Saat Khutbah dan Isi Khutbah
Senin, 4 November 2024

Bab Mengangkat Suara Saat Khutbah dan Isi Khutbah merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Mukhtashar Shahih Muslim yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 1446 H / 3 November 2024 M.

Kajian Tentang Bab Mengangkat Suara Saat Khutbah dan Isi Khutbah

Dari hadits ini kita ambil beberapa faedah, di antaranya:

Faedah pertama, disunnahkan bagi seorang khatib Jumat untuk berkhutbah dengan semangat yang tinggi, seperti yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yaitu dengan suara lantang dan sikap yang menunjukkan kesungguhan, sampai terlihat matanya memerah. Namun, ini sunnah, bukan kewajiban, karena berdasarkan kaidah fiqh, مجرد الفعل لا يدلُّ على الوجوب (sebatas perbuatan Nabi tidak menunjukkan hukum wajib). Namun tentunya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ…

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21)

Selain itu, disyariatkan pula bagi para makmum untuk menghadapkan wajahnya kepada khatib selama khutbah berlangsung, seperti yang disebutkan dalam riwayat-riwayat shahih.

Faedah kedua, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengingatkan bahwa hari kiamat sangat dekat dengan masa diutusnya beliau. Beliau bersabda, “Aku diutus dalam keadaan jarakku dengan hari kiamat, seperti ini,” sambil menunjukkan jarinya. Jika pada masa Rasulullah jarak dengan hari kiamat sudah dianggap dekat, tentu di masa kita ini semakin dekat.

Sebagai umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kita memiliki banyak keistimewaan. Meskipun menjadi umat terakhir, kita akan menjadi umat yang pertama kali dihisab di hari kiamat, yang pertama kali melewati jembatan shirat, dan yang pertama kali masuk ke dalam surga.

Faedah ketiga, penetapan akan adanya hari kiamat. Hari kiamat adalah sebuah kepastian, walaupun tidak semua orang mempercayainya, hari kiamat tetap akan terjadi. Allah sudah mengabarkan dalam Al-Qur’an mengenai hari itu, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga telah menyampaikan tanda-tandanya, yang banyak di antaranya sudah kita lihat terjadi.

Faedah keempat, disunnahkan bagi khatib Jumat untuk mengucapkan kalimat ini:

 أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan (dalam agama), dan setiap bid’ah itu sesat.”

Kalimat ini selalu diucapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam khutbah Jumat. Sayangnya, di zaman sekarang, ucapan seperti ini kadang dituduh sebagai wahabi, padahal sebenarnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri yang mengucapkan ini.

Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan, “Seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan,” dengan bentuk kata yang menunjukkan tingkat terburuk. Ini menunjukkan celaan kepada bid’ah. Mengapa bid’ah dianggap seburuk itu? Karena bid’ah dapat merusak kemurnian Islam, menghilangkan sunnah, dan membuat kebenaran menjadi samar.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahkan lebih keras terhadap bid’ah (terutama bid’ah dalam aqidah) dibandingkan terhadap maksiat. Sebagai contoh, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebut kaum Khawarij sebagai “anjingnya api neraka” karena pemikiran mereka yang menganggap pelaku dosa besar sebagai kafir, murtad dari agama Islam dan halal darahnya. Tentang kaum Qadariyah, yang menolak adanya takdir, beliau menyebut mereka sebagai “Majusi dari umat ini”.

Namun, terhadap maksiat, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak sekeras terhadap bid’ah. Pernah seorang sahabat yang dikenal suka mabuk-mabukan, tetapi dia suka duduk majelis ilmu dan suka mencandai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampai Rasulullah tertawa terbahak-bahak. Dia sering minum arak sampai sering dicambuk. Ketika seorang sahabat lain melaknatnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang dengan berkata, “Jangan kalian melaknat dia, karena dia masih mencintai Allah dan Rasul-Nya.”

Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Rasulullah adalah, “Semua bid’ah itu sesat.” Hal ini menunjukkan bahwa semua bid’ah tanpa kecuali adalah sesat. Tidak boleh dikhususkan kecuali ada dalil yang jelas yang mengecualikannya. Maka mereka yang menyatakan adanya bid’ah hasanah wajib menunjukkan dalilnya, karena Rasulullah dengan tegas menyatakan “Semua bid’ah.”

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54664-bab-mengangkat-suara-saat-khutbah-dan-isi-khutbah/